Selasa, 15 Januari 2008

DENGARKAN MEREKA BICARA



ANAK GAJAH TERSANDUNG


Serombongan gajah liar di hutan sedang mengadakan pengembaraan untuk mendapatkan makanan yang lebih banyak daripada di tempat tinggal mereka sekarang, yang sudah mulai tandus. Berhari-hari mereka berjalan beriring-iringan. Udara panas, siang atau malam mereka lalui dengan bersatu dan bersama-sama. Yang tua mengawal anak-anaknya. Yang muda bergabung dengan pimpinan membuka jalan, menembus rintangan. Dua hari yang pertama mereka lalui padang rumput kering dengan rasa haus yang menggoda. Hingga tiba pada hari berikutnya, mereka bertemu dengan sebatang sungai, lalu mereka memuaskan dahaga mereka. Dan setelah penat meeka hilang, dilanjutkannya lagi perjalanan. Menyeberangi anak sungai yang berbatu-batu, hingga bertemu dengan gunung yang tinggi dengan jurang-jurangnya yang dalam. Tetapi dengan arif, pimpinan rombongan itu mengingatkan agar mereka tetap brhati-hati. Ya. Gunung yang tinggi dan jurangnya yang dalam itu memang harus dengan penuh kehati-hatian mereka daki. Mereka pun harus mengerahkan seluruh tenaga dan kewaspadaan. Tetapi dengan kesungguhan meeka yang tangguh dan kesetiaan mendengarkan petuah, akhirnya puncak gunung itu pun dapat mereka lampaui. Sekarang dengan lega mereka menuruni lereng-lerengnya dengan penuh kegembiraan, karena sekarang tampaklah di depan mata mereka hamparan hijau padang rumput yang segar dan menjanjikan. Melihat sekaliannya itu keletihan tubuh mereka setelah lama berjalan, seolah sirna, digantikan oleh semangat baru yang masih segar. Maka serta merta gajah-gajah muda dengan riangnya berlarian menghambur mendahului rombongan. Tetapi apa yang terjadi, seekor di antara mereka jatuh tersungkur menjerembab tanah, hidungnya mengucurkan darah, mimisan dan kakinya terkilir. Ia menangis kesakitan.

Pimpinan rombongan gajah itu mendekatinya dan berkata."Hutan rimba engkau susuri. Sungai yang lebar engkau seberangi. Gunung yang tinggi sudah kaudaki, dan engkau tidak menemukan kesulitan. Tetapi sekarang kamu jatuh tersungkur hanya karena pematang sawah yang tidak begitu berarti. Mengapa ? Karena kamu hanya terbiasa memperhatikan hal-hal yang tampak besar, dan mengabaikan hal-hal yang kaupandang sepele. Padahal kita justru selalu akan jatuh tersandung karena batu yang kecil, dan bukan oleh gunung yang megah. Maka waspadalah itu." Gajah muda itu menyeringai menahan kakinya yang sakit. Didimbing oleh mereka yang kuat supaya dapat berdiri dan berjalan lagi. Meski sakit, tetapi sekarang hatinya semakin hangat.

"Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus. Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada trtulis; Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:13-16).