Senin, 12 Mei 2008

Dengarkan mereka bicara



KINI HUTAN PUN SEPI


Disebuah kawasan hutan jati terdapat sekoloni besar beraneka burung, tinggal bersama-sama dalam damai dan sejahtera. Tak ada burung yang merasa kekurangan makan karena kalah bersaing dengan yang lain atau tidak kebagian makan. Justru sebaliknya, jika salah seekor burung sedang menyantap makanannya dan melihat burung lain tidak makan, ia akan menawarinya untuk makan sama-sama. Tetapi tentu saja niat baik itu tidak selamanya dapat dierima, karena yang lain pun juga sudah kebagian rezeki itu.


Suatu hari meeka kedatangan tamu, seekor burung Betet yang berbulu indah kemilau. Itu menandakan bahwa ia seekor burung yang pembersih dan sehat. Maka kedatangannya diterima dengan gembira oleh masyarakat burung di situ.


Disuguhinya si Burung Betet itu dengan buah-buahan yang sedap sebagai jamuan kehormatan baginya. Lalu mereka pun segera makan bersama.

Ditengah acara makan itu si Burung Betet sering kali meneleng-nelengkan kepalanya, mendengarkan sesuatu. Dan katanya kemudian. "Hai kamu. burung Nuri. Kalau makan jangan bercecipak dong mulutmu. Tidak sopan itu." serunya kepada Burung Nuri.

si Nuri pun jadi terdiam karenanya. Tetapi sebentar kemudian ia terbang menghindarkan diri dari koloni itu sambil menahan malu dalam hatinya.

Sementara itu setelah acara makan selesai, para burung kemudian bersantai di atas dahan sambil brkicau memperdengarkan keindahan suara masing-masing. Saat itu burung Betet menelengkan kepalanya mendengarkan sesuatu. Kemudian katanya, "Hai Burung Derkuku. Bukan begitu dong caramu nyanyi. Ketika kamu bunyi kuku........kuku masih kurang satu anggukan lagi. Tidak merdu kalau tidak begitu."

Burung Derkuku jadi terkejut dibuatnya. Ia berhenti bernyanyi dan kemudian terbang pergi menghindarkan diri.

Ketika hari mulai petang, alam mulai berangsur remang-remang dan bintang dilangit pun mulai menampakkan kerlipannya. Saat itu si Burung Hantu mulai membuka Buku Kidungnya untuk menyanyikan puisi malamnya di atas pohon randu. "Guuuuuk ........guuuuk.........guuuuk......." serunya membacakan balada rembulan retak. Nyanyian sendu ini merangsang burung betet memanjangkan kupingnya untuk menajamkan pendegarannya. Tak lama kemudian katanya kepada burung Hantu. "Hai, burung Hantu. Puisimu sungguh tidak mendalam. Terlalu cengeng. Bukankah sebuah puisi harus menyajikan suatu keindahan?" tutur si Betet.

Sapaan si Betet ini membuat burung Hantu berhenti berpuisi, dan terbang menghilang di kegelapan malam. Dan waktu pun terus berlalu. Tetapi hutan jati itu sekarang berangsur-angsur menjadi sunyi, kehilangan kehangatannya, karena burung-burung telah pergi, terusik oleh si Betet yang merasa paling tahu segala sesuatu.


*******


Lebih bijak menutup mulut dan berdiam diri, daripada

bersuara tetapi menyakiti hati orang


"Pencemooh mengacaukan kota, tetapi orang

bijak meredakan amarah." (Amsal 29 : 8)

Tidak ada komentar: